REPOSISI PERAN KOHATI DALAM DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN

{ Posted on 5:30 AM by HMI Cabang Kupang }
REPOSISI PERAN KOHATI DALAM DINAMIKA
GERAKAN PEREMPUAN
Abdul Rifai Betawi*

Masalah Kemanusiaan
Wacana tentang keperempuan bukanlah sebuah wacana tanpa nilai yang diwacanakan. Wacana terkait dengan jenis kelamin ini terus terkuak akibat dari fenomena social yang menghendaki bahwa masalah keperempuan perlu untuk disekapi secara serius baik dari kaum Adam atau Hawa itu sendiri. Masalah keperempuan bukanlah masalah pada jenis kelamin tertentu tetapi harus ditegaskan bahwa masalah keperempuanan adalah bagian dari masalah kemanusiaan.
Rasullulah Saw di utus ke muka bumi untuk memperjuangan nilai-nilai kemanusiaan yang tertindas oleh kebobrokann umat dijaman jahiliah. Dimana perbudakan / penjualan manusia adalah sebuah lahan komoditi yang cukup memberi hasil bagi kaum kapitalis waktu itu. Selain dari pada itu masalah yang paling urgen yang harus disinergikan pada wacana disini adalah terkait dengan kenajisan kaum dulu terhadap kaum perempuan, jangankan menjadi seorang perempuan, ramalan bahwa janin dalam kandungan seorang ibu tersebut adalah janin yang berjenis klamin perempuan saja, seorang ayah sudah tidak tenang. Mereka beranggapan bahwa melahirkan anak perempuan adalah musibah dan aib keluarga sehingga tidaklah mustahil ketika bayi-bayi perempuan selalu dibunuh, lantas bagimanakah seorang gadis, ibu ataupun janda? Nauzu billla minjaliq. Tidak kala tragisnya dalam proses dehumanisasi dan marjenialisasi terhadap kaum yang dianggap sebagai pelayan setia bagi kaum Adam tersebut.
Rasul telah memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, terkhusus pada masalah keperempuanan, perempuan telah diletakan haknya sejajar dengan kaum laki-laki. Sehingga dikatakan oleh Mill Duran (seorang pencatat sejarah umat manusia) bahwa “Rasullulah Saw adalah orang yang pertama kali berjasa dalam meningkatkan dan memperbaiki hak-hak kaum perempuan”.

Dinamika Gerakan Perempuan
Islam telah meletakan perempuan begitu terhormat sejajar dengan kaum laki-laki, naumun realalitas sekarang barat beranggapan balik bahwa sesungguhnya kehancuran umat islam adalah hilangnya keadilan social sebagai akibat kelengahan mereka, kelengahan tersebut bermula dari rumah tangga. (Qasim Amin seorang keturunan kurdi-kairo 1865-1908). Bagaimana tidak barat beranggapan demikian, islam masih bergejolak tentang jenis kelamin mana yang layak menjadi pemimpin. sebuah wacana yang terlahir dari induk perdebatan yaitu Al Qur’an itu sendiri. Kaum laki-laki sering menjadikan kitab suci sebagai legitimasi hegemonitasnya. Sehingga Peter L. Berger mengatakan bahwa agama sering menjadi legitimasi tertinggi karena ia merupakan langit-langit suci.
Ini semua terlahir dari sakralisasi teks sehingga umat hanya menjadikan kitab sebagai sumber bacaan keperpahalaan, yang kemudian dikatakan oleh Arkoun bahwa “umat islam hanya sebatas mengasumsikan Al qur’an sebagai sekedar bacaan biasa (ibadah) dari pada kajian-kajian ilmiah”. Apa dikata ketika barat bergerak dengan gerakan femenismenya yang dimana memperjuangkan hak-hak perempuan yang telah termakan oleh budaya patriarki, islam kembali mengalami so’ karena islam juga malu-malu mengatakan bahwa feminisme / emansipasi adalah bagian dari ajaran Al qur’an. Muslimah kita sudah terlambat akibat dari kitab suci yang mengandung unsure maskulinitasnya. Muslimah terperangkap dalam teks dan budaya. Kita butuh hermonitik qur’an agar kitab kita ini bisa tegar dalam menjawab setiap zaman. (Amina wadud)
Mencermati gerakan keperempuanan hari ini memang sangat unik mungkin keunikan ini semakin menjawab bahwa perempuan adalah mahluk yang unik dan enigmatic. Tanpa membongkar pseoudo kejadiannya, tetapi perempuan cukup menjadi beban dalam dunia bahasa, perempuan telah membuat orang untuk mencari perbendaharaan bahasa yang sesuai dengannya, bahkan kemungkinan bahasa telah habis dengannya. Bahasa cinta, filosofis cinta sair-sair dan lain sebagainya untuk memuja mahluk purnama ini, tetapi tidak kalah dengan kutukan-kutukan terhadap mahluk najis dan penyebab aib atau fitnah ini.
Dinamika Gerakan Perempuan sangat begitu ragam, keinginan untuk bagaimana menyetarakan haknya dengan kaum laki-laki. Perempuan beranggapan bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, yang beda hanyalah kodrat (fungsi biologis) manusia itu sendiri. Tetapi terkait dengan peran tidak ada bedanya. Sehingga perempuan melihat bahwa superioritas kaum laki-laki harus dihentikan dan tidak menjadikan perempuan sebagai subordinal. Fenomena yang menjadikan perempuan sebagai scendclass dimana perempuan hanya dijadikan sebagai pelayan dalam rumah tangga (Peran domistik). Menjadi satu hal yang amat kontrak dengan pemahaman gerakan feminisme sekarang, bahkan ada sebuah ajakan dari kaum feminisme seperti ini “hai para wanita keluarlah penuh solek untuk memeragakan kegenitanmu, keindahanmu, dan kemampuanmu! Siapa yang masih betah didapur sama saja dengan memutar waktu kebelakang”.
Menarik memang ajakan dari gerakan feminisme ini untuk bagaimana membebaskan kaum perempuan dari superioritas kaum laki-laki sebuah ajakan untuk bagaimana memperjuangkan kesetaraan gender tersebut namun dalam dinamika dan pergerakannya ternyata perempuan tidak sebatas menyetarakan bahkan berusaha untuk bersaing dan melebihinya. Perempuan ternya memang tetap menjadi mahluk aneh, memeliki hasrat yang begitu tinggi untuk mengusasi jagat raya ini. Mengutip sebuah filosofi bahwa segala sesuatu akan menjadi indah bila di tempatkan pada posisinya yang seharusnya.

Gerakan Perempuan Qur’anik
Misi pembebasan (leberalisasi) yang telah diperjuangkan oleh Rasulullah Saw dalam menegakan nilai-nilai kemanusiaan termasuk kaum perempuan pada waktu itu. Pastilah sebuah nilai qur’anik dan walaupun sekarang tertelan oleh budaya jahiliah modern. Siapa menyatakan dirinya laki-laki dan kemudian tidak memberikan keadilan ataupun hak kepada kaum perempuan, maka dia layak disebut sebagai masyarakat jahiliah modern. Perjuangan untuk menjadikan perempuan sebagai asset umat dan asset bangsa atau dikenal dengan sebutan “tinga Negara” adalah hak semua uamt manusia untuk memperjuangkannya tanpa mengenal jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Perjuangan untuk menuntut hak kaum perempuan sangat begitu ragam dengan semangat idiologi gerakannya. Misalnya kita perna mendengar adanya gerakan feminisme liberal yang mana kaum ini berupaya untuk menjadikan dirinya sebagai suber kapitalis (pemegang saham dan penguasa) dan penidas buat kaum laki-laki, setidaknya menjadikan diri perempuan sebagai bunga jalanan yang melontarkan birahi bagi lawan jenisnya (penindasan psikoligis dan dekoonongis). Disudut pandang ini maka komersialisasi sebagai satu tujuan utama. Gerakan ini telah menghipnotis kaum perempuan dengan fatwa modernisasi dan trendy, telah mampu membius kaum perempaun untuk keluar penuh solek untuk memeragakan kegenitan!,”. (semoga tidak ada yang mendapat simprotan cairan hitam dari gurita dajjal ini). Selain dari pada itu ada juga gerakan feminisme tradisional yang dimana masih kaku dengan budaya dan norma-norma agama. Ada juga gerakan feminisme moderat yang mengkombinasikan dua gerakan tersebut. Lantas bagaimana kohati memilih sebagai landasan geraknya?........


Gerakan dan Misi Kohati
Kita kembali merefleksikan apa yang dikatakan oleh Arkoun bahwa “umat islam hanya sebatas mengasumsikan Al qur’an sebagai sekedar bacaan biasa (ibadah) dari pada kajian-kajian ilmiah”. Ataupun oleh Amina Wadud Muchsin (feminialis USA) mengakan bahwa “kitab suci Al qur’an adalah kitab yang mengandung unsure maskulinitas yang tinggi sehingga terlahirlah superioritas laki-laki dan infrioritas kaum perempuan didalamnya”. Oleh katena itu Amina Wadud menegaskan bahwa al qur’an perlu untuk didekonstrusi melalui metode hermonitika, sebuah kajian untuk merelanfansikan kitab suci sesuai dengan keinginan zaman. Bukan beratri meruba teks tetapi interprestasinya / penafsiran harus mampu memberikan keadilan karena islam adalah rahmatan lilalamin sehingga wahyu Tuhan tidak mungkin menjunjung satu jenis kelamin terntu.
Pembebasan (liberal/kebebasan) satu hal yang sangat otentik dalam kitab suci al qur’an. Sebuah landasan teologi yang membuat sang refolusioner Muhammad memperjuangkan kebasan umat dari penindasan dijaman jahiliah. Ternya kalau kita berani kita bisa mengklaim bahwa sesungguhnya gerakan feminisme liberal adalah miliknya islam tetapi kemudian ternya bukan berlandaskan idiologi liberal tetapi idiologi agama yakni wahyu sebagai semangat gerakan. Sehingga nilai-nilai kekodratan manusia senantiasa mempolisi pada setiap nafas dan gerak perempuan.
Agama Islam telah mengatur hak - hak dan tugas perempuan dan laki-laki sesuai dengan keadaan kondisi jasmaniah, pembawaan tabiat dan watak. . Di sisi lain kaum perempuan menyamakan derajat yang setara dengan laki-laki yang disebut “ emansipasi perempuan”. Semangat ini perlu dipahami dengan baik dan benar apa arti dan maksudnya.Emansipasi perempuan tidak berarti mempersamakan perempuan secara total dengan laki-laki dalam segala hal, jelas tidak mungkin dalam segala hal karena perempuan memang berbeda secara kodrati dengan laki-laki.
Terkait dengan kepemimpinan nabi bersabda “Kamu semua adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, orang perempuan adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya ” (H.R. Bukhari). Discourse tentang kepemimpinan perempuan atau yang di usung sebagai sebuah kesetaraan gender seolah-olah menjadi sebuah wacana yang tak pernah habis untuk dikaji dari berbagai perspekif. Apakah perempuan hanya tebatas melayani suami dan anak-anaknya, ataukah perempuan bisa bercompotitif dan membentuk capabilaitas perempuan untuk bisa berperan dipublik
Terbinanya muslimah berkualitas insane cita sebagai sebuah tujuan Kohati yang terpatri secara menyeluruh dalam tujuan HMI “5 kualitas Insan Cita”sebagai cita-cita bersama. Maka dalam wadah Kohati dengan tujuan terbinanya muslimah berkualitas insane cita mampu menjawab kebutuhan HMI-Wati secara spesifik. Dengan lembaga ini diharapkan mampu membina HMI –wati untuk bisa menjadi putrid, istri , ibu dan anggota masyarakat yang cerdas trampil sesuai dengan tunrutan 5 Kualitas Insane Cita HMI.
Dengan landasan idiologi gerak demikian maka HMI-wati tidak terjebak pada gerakan feminisme liberal dan tidak pula kaku dengan doktrin-diktrin agama yang tidak berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan secara menyeluruh. Idiologi gerakan ini menghendaki adanya persamaan hak antara setiap insane manusia tetapi harus disinergikan dengan kodrat-kodrat manusia sebagai hamba Tuhan.
HMI-wati harus mampu mencetak sumber peradaban (Perempuan) dengan professional. Menjadikan HMI-wati sebagai putri, istri , ibu dan anggota masyarakat yang bermutu. Seorang feminis muslim, Euis Daryati mencoba mengusung tema ‘Peran Perempuan Dalam Membangun Masyarakat Religius’. dalam makalahnya itu beliau menegaskan bahwa peran perempuan sebagai Ibu merupakan usaha perempuan untuk bertanggung jawab atas pendidikan anak dan membangun sebuah keluarga yang harmonis, baik itu diraih dari sisi fromal ataupun nonformal. Melalui pendidikan ibu juga dapat membantu dalam perkembangan kepribadian anak hingga ia nanti berkembang menjadi sorang yang berkepribadian sehat baik jasmani maupun ruhani.
Muhammad Harun Al Rasid Songge (Mantan ketua HMI Cabang Yokyakarta) perna memberi materi pada acara kajian ‘Kohati dipersimpangan jalan’ disekretariat HMI Cabang Kupang tahun 2004, beliau mengatakan bahwa perempuan kalau mau berperan dipublik maka tidak perlu seorang perempuan ataupun ibu itu berada di luar rumah, cukup seorang perempuan itu berada didalam rumah untuk bagaimana memprodak dan memberi kemasan yang indah dan yang terbaik (mendidik anak-anaknya) maka ketika prodak yang bermutu dengan kemasan yang indah ketika keluar maka semua orang akan mengkaguminya maka disitulah peran public seorang perempuan. Kita coba melihat dalam sejarah islam Imam Safi’I misalnya ketika masih dalam kandungan ibunya, ayahnya telah tiada namun dengan dedikasih dari seotang ibu Imam Safi’i mampu menjadi orang ternama dalam sejarah peradaban islam. Kakanda Akbar Tandjung menjadi seorang politik ternama dinegeri ini adalah belayan kasih dari seotang ibu, bahakan beliau juga berkeyakinan bahwa seorang anak yatim (tidak punya bapak) masih punya kemungkinan besar menjadi orang karena kasih seorang ibu, tetapi kalau seorang anak menjadi piatu (tidak punya ibu) maka cukup sulit untuk merai cita-citanya.
Islam sangat menghargai perempuan sampai-sampai sesuatu yang sangat di idam-idamkan oleh setiap orang yang beriman (surga) berada ditelapak kaki ibu. Maka dengan demikian menghormati seorang perempuan dan ibu adalah impian bagi setiap orang yang beriman.

Kohati Insane Cita dalam Reposisi Peran Kohati Dalam Dinamika Gerakan Perempuan
Kohati insane Cita, adalah impian dari sebuah cita-cita besar, namun ketika kita masih menempatkan kata reposisi ataupun revitalisasi maka dibenak kita bisa mengatakan bahwa kohati telah hilang arah, kohati telah mati kopas, bahkan kohati mengimpikan dirinya yang telah berlalu bahkan telah matipun harus menjadi vampir disiang bolong, kebuah keinginan yang sangat paradoks kalau kohati kembali mengunakan juba 5 kualitas insane citanya, Kohati hari ini sangat prakmatis dan sangat muda tergilas oleh peradaban, mungkin dunia kini semakin panas sehingga kaum perempuan semakin kegerahan. Ini berarti disadari atau tidak perempuan akan semakin melepaskan/menanggalkan pakaian iman dan eksitensinya satu demi satu untuk mengelabui kebutuhan nafsu duniawi agar dia mampu bertahan hidup dalam kondisi seperti itu.
Eksitensi Kohati memang perlu untuk digugat bagaimana tidak 5 kualitas insane cita adalah sebuah impian buruk bagai mereka. Sehingga tidak perlu untuk ditelanjangi secara ilmiah. Kita hanya butuh mengkaji pada ketahanan keimanan calon kaum terbaik tersebut. Kita lihat pada jilbab mereka, ternya kohati masih terjebak pada style-style yang trendy. Padahal jilbab bukanlah sekedar kemasan keislaman seorang wanita muslim namun jilbab harus dijadikan sebagai penjaga fitra kewanitaan, “katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak peremupanmu, dan istri-istri orang mukmin! Hendaklah mereka mengulurkan pakaian longgar (jalabibihinan) keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah kenal, katena itu mereka tidak diganggu”. (Q.S Al-Ahzab: 59.) benteng lahiri yang memancarkan ketangguhan rohani didalam menangkal perbuatan keji yang disebabkan oleh dahsyatnya getaran birahi yang divibrasikan oleh kedua jenis mahluk yang jenisnya berbeda satu sama lain.
Sebenarnya busana bagi seorang manusia cumalah bagian dari budi-dayanya yang variatif dan kreatifistik, jilbab, Cuma ia tafsirkan sekedar mantel yang tidak seharus menutup aurat wanita yang peranan ‘Mode’nya lebih penting dari pada penjaga moral. Jilbab Cuma diperalat sebagai kamuflase kejatidirian para penipu. Semoga kohati bukanlah seorang yang menipu akan eksitensi dirinya. Kebobrokan negeri ini diawali dari hilangnya jati diri. Sehingga kohati hari ini karus kembali merefleksikan dirinya agar tidak hilang dan terperangkap oleh budaya hedonisme global.
Kohati harus mampu menjadikan dirinya sendiri menjadikan dirinya yang hidup pada zaman ini, dengan problematika dan tantangannya sendiri sehingga kohati harus menata diri dan mencari tahu persoalan-persoalan yang ia hadapi. Dan mampu beritihad (berpikir) dengan kemampuan intelektual dan kemuslimahannya maka kohati hari ini mampu membuat sejarah bagi dirinya. Amin….. Yakusa

*) KABID PA HMI Cabang Kupang 08/09

2 Response to "REPOSISI PERAN KOHATI DALAM DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN"

terima kasih..
sangat membantu

Artikelnya bagus... renyah dibaca, lanjutkan...

Post a Comment