REFLEKSI DIES NATALIS HMI KE- 62

{ Posted on 5:49 AM by HMI Cabang Kupang }
REFLEKSI
DIES NATALIS HMI KE- 62
HMI, JALAN BARU MENUJU INDONESIA SEJAHTERA..!!!
HMI CABANG KUPANG BANGKIT;
Meretas Kejumudan Berfikir, Melintasi Keragaman,
Mewujudkan Generasi Qur’aini/Insan Cita
Abduh Hamid*

IFTITAH
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang di pelopori pendiriannya pada tanggal 05 pebruari 1947 oleh Prof Lafran Pane dkk, tepatnya dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan Negara kesatuan repubik Indonesia. Masyarakat diseluruh pelosok nusantara menyatakan sikap dan tekat sebagai sebuah bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Ditengah kondisi bangsa yang sedang bergelora dalam sebuah fase revolusi fisik waktu itu, HMI senantiasa diperhadapkan pada dua problem dasar yaitu mempertahankan kemerdekaan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Problem inilah yang menginspirasi para founding father kita untuk menghimpun para pemuda/mahasiswa Islam berjuang berdasarkan nilai-nilai Islam bersama komponen bangsa lainya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Sejak awal didirikan, HMI secara tegas membuktikan dua komitmen, yaitu; Pertama “Komitmen Keislaman/Keumatan” berupa memperjuangkan syiar agama Islam serta aspirasi dan kepentingan umat. Komitmen yang kedua “Komitmen Keindonesiaan/Kebangsaan” yaitu memperjuangkan harkat dan martabat rakyat Indonesia serta menolak upaya – upaya bangsa penjajah yang berusaha menjajah kembali bangsa kita. kemudian selanjutnya kita mendeklarasikan diri sebagai “Kader Umat”– “Kader Bangsa”. Dengan melihat sebaran potensi, kompetensi serta integritas kader - kader himpunan yang memiliki semangat dimasa depan dan tingginya Komitmen Kebangsaan, inilah yang oleh Panglima Besar Jendral Sudirman menyatakan bahwa HMI tidak sekedar Himpunan Mahasiswa Islam tetapi HMI adalah harapan Masyarakat Indonesia Sebagai organisasi yang menghimpun generasi muda Islam “Kader Umat” maka corak Keislaman HMI adalah moderat. Nilai-nilai Islam yang dituangkan dalam Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI –yang dikompilasi oleh Nurcholish Madjid (almarhum), Endang Saifuddin Anshari (almarhum) dan Sakib Mahmud–, mengetengahkan Islam secara substansial, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai, antara lain: Tauhid/Keesaan Tuhan, Universalitas Islam, Islam yang inklusif, Islam yang dialogis, Kemanusiaan/persaudaraan universal, Islam sejalan dengan modernitas/progresifitas dan demokrasi, Islam yang tidak ekstrim (ummatan wasathan/umat yang mampu berdiri di tengah-tengah); dan Islam yang toleran. Intinya, HMI hendak membawakan suatu wajah Islam yang modern/maju, toleran, dan tidak ekstrim, yang dikedepankan dan diperjuangkan oleh HMI adalah bagaimana mengaktualisasikan nilai-nilai keberislaman semacam itu. Sebagaimana dikemukakan oleh almarhum Nurcholish Madjid, NDP HMI lebih terfokus pada upaya mengetengahkan Islam secara substansial. Bukan pada aspek legal-formal. Oleh sebab itulah, HMI tidak menghendaki formalisasi hukum (syariat) Islam, melainkan bagaimana menanamkan nilai-nilai (substansi) ajaran Islam itu di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang plural atau majemuk (sebagaimana dikatakan almarhum Nurcholish Madjid ibarat “taman sari” ini.
Di sisi lain, komitmen kebangsaan/Keindonesiaan HMI diwujudkan dalam berbagai peran nyata dalam mengisi kemerdekaan dengan ikut serta menjadi bagian intergral dari proses-proses pembangunan, dan proses-proses kebangsaan lainnya. Sebagai “sumber insani pembangunan”, maka insan-insan HMI diharapkan menjadi pelopor atau penggerak pembangunan bangsa di segala bidang. Oleh sebab itulah kader-kader HMI dituntut untuk mampu tidak saja memahami secara baik atas berbagai permasalahan pembangunan dan permasalahan bangsa secara luas, tetapi juga diharapkan mampu untuk berbuat sesuatu secara konstruktif, agar tidak terjadi stagnasi kesadaran masyarakat dalam upaya perwujudan pembangunan “Masyarakat Cita”, serta mengupayakan berbagai hal guna kemajuan dan kemandirian bangsa demi terwujudnya Masyarakat adil-makmur yang diridhoi Allah SWT (Masyarakat Madani).
Untuk mewujudkan masyarakat Cita/Madani, maka kiranya penting bagi kita untuk senantiasa concern menata kemandirian ekonomi. Jika melihat dengan menggunakan kaca mata oposisi biner sambil mengintrodusir perkataan Karl Mars dalam teori ketergantungan kelasnya bahwa “ Semakin tinggi tingkat ketergantungan kaum proletar terhadap kaum borjuis maka akan melahirkan konsekuensi logis berupa semakin besar otoritas/kekuasaan kaum borjuis dalam mengintervensi setiap kedaulatan, keinginan dan kebutuhan kaum proletar”. Sehingga jelas bagi kita bahwa “akan hilang kedaulatan bangsa ini baik secara ideologi politik, hukum, maupun sosial - budaya serta pertahanan wilayah dan keamanan sosial sebagai bangsa yang benar-benar merdeka dan bermartabat jika bangsa kita tidak secara serius menata kemandirian dan kemerdekaan ekonomi kita” untuk itu lewat peristiwa yang bersejarah ini, sebagai “warga himpunan” dan merupakan bagian integral dari elemen bangsa ini, kita senantiasa tetap genuine mencairkan dan meretas kejumudan - kejumudan ekonomi serta mencari alternatif solution untuk membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan, himpitan ekonomi yang kian hari terasa makin mencekik.
Untuk itu, dengan semangat idealisme dan kesadaran kebangsaan kita yang masih tersisah, serta dengan sedikit “bekal kesadaran intelektual”, lewat momentum Dies Natalis HMI Ke-62 ini, sebagai organisasi yang berstatus mahasiswa, berfungsi sebagai organisasi kader, serta berperan sebagai organisasi perjuangan maka rahim perkaderan HMI, semestinya dapat mengkonstruk watak serta karakter kader baik dalam berpikir, bersikap maupun berprilaku dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan universal, itu harus secara keseluruhan dapat teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap kader himpunan yang senantiasa cenderung kepada nilai kebenaran (hanief), Bebas, terbuka dan merdeka (independen), kritis, rasional serta obyektif, dan juga harus senatiasa progresif, dinamis, demokratis, jujur, dan adil.
Kiranya ada beberapa hal yang perlu kita refleksikan secara mendalam_mendapat perhatian serius bagi setiap kita sebagai kader umat – kader bangsa untuk senantiasa menjaga dan me_maintenance “Aura Intelektual dan Spiritualitas”, agar “fitrah Kemanusiaan” kita sebagai generasi muda yang kritis dan sadar akan nasib dan masa depan negeri ini senatiasa tetap terjaga.
Hadirin Sekalian Yang Berbahagia
Tidak bisa dinafikan bahwa, pada era reformasi ini, bangsa Indonesia masih berada dalam kondisi yang belum sepenuhnya pulih dari kondisi multikrisis, khususnya krisis ekonomi. Berbagai indikator ekonomi, seperti: tingkat pertumbuhan, investasi, daya saing nasional, masih berkisar pada angka yang rendah; sementara tingkat pengangguran dan kemiskinan menunjukkan kecenderungan semakin naik. Tentu saja banyak pekerjaan rumah serius dalam rangka memulihkan kembali krisis ekonomi dan krisis-krisis lain.
Namun demikian, kita tidak boleh terjebak pada sikap yang pesimis, sebaiknya dengan langkah dan upaya yang sungguh-sungguh dari segenap elemen bangsa untuk “memperbaiki keadaan’, maka optimisme lah yang kita tanamkan. Masa depan Indonesia adalah milik kita, milik generasi kita sekarang.
Guna melihat Indonesia ke depan, maka kita harus senantiasa mengamati kecenderungan-kecenderungan mutakhir, tidak saja di level lokal dan nasional, tetapi juga yang ada di level global/internasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita sekarang berada di era globalisasi. Era ini ditandai dengan semakin menipisnya jarak/batas antar-satu negara dengan negara lain, akibat terbuka dan pesatnya perkembangan teknologi informasi/telekomunikasi. Di dalam konteks ekonomi misalnya, kecenderungan yang terjadi adalah pasar bebas atau liberalisasi pasar (market liberalization) –di mana satu negara tidak dapat menutup diri dari aktivitas liberalisasi pasar, sebagaimana diatur oleh World Trade Organization (WTO). Ke depan, kita juga akan dihadapkan oleh perkembangan teknologi yang kian pesat. Dan tentu saja semua itu, akan memunculkan permasalahan-permasalahan baru yang lebih kompleks dan menantang.
Selain kecenderungan-kecenderungan di atas, tercatat juga berbagai permasalahan yang akan tetap berlanjut di masa yang akan datang. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi permasalahan ekonomi dan non-ekonomi. Di bidang ekonomi, ditandai oleh kompetisi ekonomi yang kian tajam. Selain dibutuhkan kualitas SDM yang andal, produk yang bermutu/berkualitas, juga dibutuhkan kecerdasan pemerintah dalam melakukan regulasi - regulasi ekonomi yang mampu melindungi kalangan usaha mikro, kecil dan menengah (kalangan enterpreuner), sekaligus meningkatkan daya saing mereka di tataran global.
Di bidang non-ekonomi, kompleksitas permasalahan di masa yang akan datang juga cenderung lebih kompleks dibanding dengan apa yang terjadi saat ini – terutama, apabila permasalahan-permasalahan yang ada saat ini tidak tertangani dengan baik. Dalam konteks ini, adakalanya terdapat beberapa kesamaan permasalahan yang ada di level daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dengan level nasional, kawasan regional, maupun internasional; seperti misalnya permasalahan yang terkait dengan konteks keamanan internasional, yang ditandai dengan hadirnya fenomena terorisme internasional. Di sisi lain, juga terdapat permasalahan-permasalahan yang bersifat spesifik di level daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan level nasional yang tak kalah seriusnya.
Di sisi lain Indonesia sebagai nation-state (negara-bangsa) juga menghadapi permasalahan terkait dengan disintegrasi bangsa. Asumsi yang mengemuka adalah: apabila proses pemulihan multikrisis berjalan dengan baik, pembangunan berjalan kembali di segala bidang secara maju dan berkeadilan, maka proses/gejala disintegrasi bangsa akan turut berkurang; dan sebaliknya integrasi bangsa makin kokoh. Tetapi apabila proses pemulihan multikrisis berlarut-larut, Indonesia semakin terpuruk di dalam kondisi yang memprihatinkan, maka proses disintegrasi tersebut, bukan tidak mungkin akan mengalami percepatan.
Namun demikian, kita pantas bersyukur bahwa etos nasionalisme bangsa Indonesia, tidak sepenuhnya ikut tenggelam bersama dengan realitas multikrisis yang ada. Dengan modal dasar nasionalisme tersebut, diharapkan segenap komponen bangsa mampu menepiskan kecenderungan-kecenderungan primordial dan sektarian, dan tetap memiliki kesadaran kebangsaan yang tinggi. Bagaimanapun, kita harus gali dan kembangkan berbagai modal sosial (social capital) yang ada dalam masyarakat, agar jangan sampai bangsa yang demikian plural ini mengalami kondisi yang “tidak percaya satu sama lain”, atau apa yang disebut oleh Francis Fukuyama sebagai “low trust society”. Persatuan dan kesatuan bangsa terkait dengan konteks kohesivitas masyarakat yang plural ini, ke depan kohesivitas tersebut harus senantiasa tetap terjaga.
Guna menghadapi kecenderungan kompleksitas permasalahan Indonesia masa depan, maka setiap level struktural, baik level pemerintah (negara) maupun masyarakat, harus memiliki kesiapan dan strategi yang baik. Di level pemerintah/negara, harus semakin mampu mengaksentuasikan atau mengedepankan terciptanya kebijakan-kebijakan segala sektor/bidang kehidupan yang betul-betul mencerminkan atau derivasi dari kepentingan-kepentingan nasional (national interest) yang ada. Jangan sampai negara gagal merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan publik yang justru merugikan dan memunculkan efek marjinalisasi masyarakat, dari gejolak liberalisasi pasar yang tak kenal ampun. Negara harus mampu hadir dan berpihak pada kepentingan nasional dan melindungi segenap masyarakat indonesia.
Dengan kata lain, negara harus cerdas (smart state), tidak mau didikte oleh kepentingan asing dan mengorbankan kepentingan nasional, hal ini tidak saja terkait dengan konteks kedaulatan dan harga diri bangsa, tetapi juga betul-betul melindungi masyarakat dari konteks persaingan global yang “tanpa pandang bulu”. Negara harus secara aktif merespons perkembangan pasar, agar liberalisasi pasar tidak memarjinalisasikan atau meminggirkan segenap potensi dan pelaku ekonomi kita, baik di level daerah maupun nasional.
Sebuah kebijakan publik yang baik dan tepat, bagaimanapun tidak dapat dilepaskan dari kualitas dan “keberanian” kepemimpinan yang memiliki otoritas publik. Sebuah negara yang cerdas, ialah yang mampu memadukan berbagai masukan yang ada, untuk merumuskan suatu regulasi/kebijakan dalam rangka mengupayakan berbagai kepentingan nasional secara optimal. Di sisi lain, negara cerdas, juga mampu merumuskan kebijakan-kebijakan dalam rangka menumbuhkan kondisi yang kondusif bagi hadirnya SDM Indonesia yang berkualitas dan memiliki visi masa depan.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Mencermati realitas kebangsaan dan keumatan sedemikian kompleks, maka yang utama harus dilakukan oleh HMI adalah melakukan penguatan perkaderan yang dilakukan secara komprehensif dan mampu menjawab tantangan zaman yang kian kompleks. HMI harus back to campus, dalam arti memperkuat basis-basis perkaderannya di kampus-kampus. HMI harus kembali mewarnai kehidupan dunia kemahasiswaan kita di kampus-kampus. HMI harus mempertegas kembali corak intelektualitasnya sebagai organisasi mahasiswa atau kalangan yang terpelajar.
Perkederan ini penting mengingat kontinuitas perjuangan dan implementasi visi dan misi HMI amat penting dan mendasar. Di sisi lain HMI harus tetap menjadi organisasi mahasiswa yang independen, yang harus senantiasa kritis terhadap berbagai perkembangan eksternalnya. Kritisisme merupakan satu hal yang tidak boleh ditinggalkan, dan memang itulah ciri utama organisasi kemahasiswaan yang mengedepankan idealisme dan memiliki kepentingan jangka panjang.
HMI sebagai bagian dari umat dan bangsa dituntut untuk ikut bertanggungjawab dalam proses keumatan dan kebangsaan. Jangan sampai kita, para kader HMI terjebak hanya pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak strategis, tidak produktif dan cenderung destruktif; padahal tantangan umat dan bangsa semakin kompleks dan akumulatif.
Segenap kader HMI harus mampu mengidentifikasi dan merumuskan berbagai jawaban atas tantangan-tantangan yang ada; berorientasi jangka panjang, senantiasa meningkatkan kualitas SDM (dengan penguasaan atas iptek dan memiliki kualitas imtak), sehingga peran para kader HMI betul-betul mampu dirasakan oleh segenap elemen bangsa yang lain. Para kader HMI harus tetap menjadi “manusia pembelajar”, rendah-hati dan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan menguasai teknologi, senantiasa cerdas dan mampu berbuat –sekecil apa pun bagi masa depan umat dan bangsa Indonesia secara lebih baik.
Di sisi lain kita, para kader HMI juga di tuntut untuk membawakan Islam sebagai rahmatan ll alamin. Islam yang moderat dan tidak ekstrim. Di tengah-tengah suasana dimana kelompok-kelompok Islam yang cenderung menggunakan cara - cara kekerasan terhadap kelompok lain, maka HMI harus berupaya memelopori wacana dan aksi Islam sebagai agama penuh kedamaian dan cinta kasih, Islam yang anti-kekerasan, Islam yang toleran sebagai cerminan Islam yang ramhatan lil alamin. Ini penting, karena Islam merupakan agama yang tidak mencela pluralitas atau kemajemukan masyarakat. Dalam konteks Keindonesiaan, maka Islam yang penuh kedamaian itulah yang mutlak perlu ditampilkan.
Kepada segenap pengurus, baik pengurus Cabang, Komisariat serta semua “keluarga besar” HMI Cabang Kupang, kiranya lewat refleksi dies natalis HMI ke-62 ini, dengan segala kerendahan hati dan dengan diiringi semangat kolektifitas, saya mengajak kepada saudara-saudara bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran dan pengabdiian kita terhadap himpunan. Lewat “HMI Cabang Kupang Bangkit” hendaknya dalam memantapkan semangat perkaderan, kiranya ada beberapa hal yang harus senantiasa kita konsolidasikan kedepan, diantaranya antara lain sebagai berikut:


1. HMI CABANG KUPANG BANGKIT;
Melakukan Characther Building
Upaya untuk melakukan pembangunan karakter kader himpunan harus dimulai dengan mendekonstruksi paradigma berfikir kader yang cerderung sectarian, materialistik- individualistik, pragmatis, hedonis, instan, skeptis serta terkesan apatis dalam setiap dialektika sebagai keluarga besar insan cita, sehingga lewat proses pencerahan dan transformasi kesadaran ilmu pengetahuan, kader – kader himpunan dapat secara cerdas, radiks, arif dan bijaksana membedakan karakteristik nilai serta corak dari masing - masing struktur berfikir dan sistem ideology, sehingga diharapkan membentuk karakter kader yang benar – benar ideologis - populis, dialogis sehingga diharapkan dapat meminimalisir kecendrungan – kecendrungan tersebut lewat sebuah rekonstruksi paradigma baru dalam menumbuhkan kesadaran baru yang lebih berjiwa Qurani, humanis, universal, toleran, pluralis, opensif/inklusif, serta memiliki sense of social dan solidaritas kemanusiaan demi tercapainya semangat persaudaraan universal antara sesama kader himpunan. Kita berharap ini bisa meminimize kecendrungan arogansi intelektual, egoisme komunal, serta superioritas personal diantara para kader di masing-masing komisariat yang mungkin hari ini ada kader komisariat yang merasa unggul jika disandingkan dengan komisariat yang lain, tetapi perlu disadari bahwa berHMI adalah sebuah bentuk pengejawantahan atau transformasi dari nilai-nilai Qurani, yang terinkluding didalamnya spirit egalitarianisme sosial serta universal brotherhood, sebagai satu kesatuan keluarga besar insan cita yang semestinya saling melengkapi, menghargai, memotivasi serta saling menyeruh pada yang benar dan bukan sebaliknya.
2. Konsolidasi Kesadaran Kader
Sebagai The second university, maka semangat perkaderan kita harus bisa menjawab student needs dan student interest. Untuk itu, semestinya intensitas konsolidasi organisasi dalam rangka membangun animo serta kesadaran kader ber-HMI, yang harus dilakukan oleh segenap pengurus, baik pengurus Cabang - Komisariat maupun terhadap sesama pengurus dan anggota, hendaknya dilandasi oleh semangat Intellectual excersice, Emotional excercise serta Spiritual excercise sehingga orientasi perkaderan serta konstruksi nilai – nilai kekaderan kita senantiasa bermuara pada kualitas insan cita yaitu; kualitas insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi, insan yang bernafaskan islam, serta insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Swt (Kualitas Insan Cita), jika ini kita (segenap warga himpunan) dapat melaksanakannya dengan baik maka, saya percaya lapisan perkaderan kita akan semakin kokoh serta terintegrasi didalamnya spirit nilai-nilai kekaderan yang integral dan konperhensif.
3. Penguatan Visi Intelektual Menuju Intelektual Humanis
Jika kita mencoba melakukan historical approach maka fakta sejarah di kaki langit negeri ini membuktikan bahwa “Rahim Perkaderan HMI” dimasa lalu sekitar tahun 70an memiliki tradisi Intelektual, independensi, integritas nilai serta spirit profesionalisme keilmuan yang produktif dan kuat, sehingga terbukti melahirkan kader-kader terbaik atau para pemikir - pemikir besar bangsa ini seperti Nurcholish Madjid, Ahmad Wahid, Djohan Efendi, Dawam Rahardjo, Azumardi Azra, Kamarudin Hidayat dll. Semangat intelektualitas dan profesionalisme itu secara genuine teraktualisasi lewat “labotatorium Ide” seperti dengan membentuk komunitas – komunitas berfikir, bengkel - bengkel kajian/diskusi sehingga diharapkan dapat meretas kejumudan berfikir dan ruang transaksi ide, konsep dan gagasan sebagai suatu bentuk perwujudan eksperimentasi dan eksplorasi pemikiran – pemikiran kritis, dinamis – konstruktif itu benar- benar terwujud. HMI sebagai Learning Organisation harus senantiasa tetap terus melakukan Intelectual exercise dengan spirit “mencari tanpa henti” terhadap ilmu pengetahuan,. jika ini secara konsisten dilaksanakan oleh himpunan maka prestasi gemilang di masa lalu berupa tradisi intelektual secara perlahan bisa kita wujudkan kembali, itupun jika kita menginginkan Rahim Perkaderan Hmi Cabang Kupang kelak melahirkan kader-kader yang memiliki karangka berfikir dan struktur ideologi ataupun pemikir – pemikir insani di masa depan.
Akhirnya, besar harapan saya, seraya mengharapkan pada semua keluarga besar himpunan yang hadir, mudah - mudahan HMI tetap kita jaga eksisistensinya, agar selalu tetap eksis, sehingga HMI seperti yang diungkapkan oleh Panglima Besar Jendral Soedirman bahwa ”tidak hanya sekedar Himpunan Mahasiswa Islam” tetapi HMI akan selalu dan senantiasa intiqomah dan selalu tetap menjadi ”Harapan Umat - Harapan Bangsa”, Harapan Masyarakat Indonesia yang senantiasa selalu Independen, kritis, responsif serta survive, dan terus berkiprah di tengah - tengah dinamika kehidupan kemahasiswaan, keumatan serta kebangsaan.....Semoga,,,!!!! A m i e n
Selamat ber-Dies Natalis ke -62
Dirgahayu HMI! Bahagia HMI!
HMI Go ahead
Moga tetap selalu menjadi Harapan Masyarakat Indonesia
Bilahittaufiq wal Hidayah,
Yakin Usaha Sampai
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.




*) Ketua Umum HMI Cabang Kupang 08/09





No Response to "REFLEKSI DIES NATALIS HMI KE- 62"

Post a Comment